-
Rahmad Sanjaya: Musikalisasi Puisi

Rahmad Sanjaya: Seniman Multitalenta Asal Aceh yang Mendedikasikan Hidupnya pada Seni dan Kebudayaan
Rahmad Sanjaya, seorang seniman kelahiran Takengon, Aceh Tengah, pada tanggal 18 Juni 1972, membanggakan Aceh dengan dedikasinya yang tinggi pada seni dan kebudayaan. Pendidikan tingginya mencakup S1 dan S2 Teknik Sipil, S1 Ekonomi jurusan Manajemen, dan sekolah musik di Jakarta. Namun, warisan seni dalam darahnya menjadi sorotan, berasal dari ayahnya yang seorang musisi dan ibunya yang seorang penari Melayu.
Perjalanan Rahmad Sanjaya dalam dunia seni dimulai sejak usia 5 tahun, ketika pertama kali diperkenalkan pada seni lukis di kota kelahirannya. Tahun 1983, dia mulai belajar bermain gitar dari ayahnya, dan tahun 1987, puisi mulai menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupannya. Kiprahnya dalam dunia teater dimulai di Teater Mata Banda Aceh pada tahun 1990, di mana beberapa naskah besar luar negeri dipentaskannya bersama Teater Mata.
Bang Jay, panggilan akrabnya, aktif dalam dunia sastra dengan menulis puisi. Pada tahun 1996, Dewan Kesenian Jakarta mengukuhkannya sebagai Penyair Abad 21. Puisi-puisinya terhimpun dalam berbagai antologi dan ensiklopedia, seperti “Antologi Sosok” (1992), “Antologi Puisi Indonesia” (1997), dan “Ensiklopedi Aceh” (2008).
Rahmad Sanjaya tidak hanya merambah dunia puisi, tapi juga menciptakan musikalisasi puisi. Pendiri Bengkel Musik Batas, Khibast2000, dan Komunitas Musik Merdeka, dia telah mengaransmen 1123 puisi menjadi komposisi musikalisasi puisi sejak tahun 1990 hingga 2009. Album musikalisasi puisinya, seperti “Himne Bagimu Ibu” dan “Jaya,” mencerminkan kekayaan kreativitasnya.
Dalam ranah kepemimpinan, Rahmad Sanjaya pernah menjabat sebagai Sekretaris Dewan Pengawas Dewan Kesenian-DKA (2000-2005) dan Wakil Ketua II Bidang Program DKA (2006-2007). Dia juga aktif dalam organisasi seni, seperti Ketua Umum Komunitas Musik Merdeka Indonesia dan Ketua Umum Konsosium Musikalisasi Puisi Indonesia.
Selain itu, dia memiliki pengalaman sebagai wartawan di beberapa media, seperti Koran AcehKita dan Tabloid Investigasi. Namanya tercatat dalam “Buku Pintar Sastra Indonesia” (2001), membuktikan kontribusinya yang berkesinambungan di dunia seni.
Rahmad Sanjaya, dengan semangatnya yang terus berkobar, telah menjadi pelopor dan inspirator dalam memajukan seni dan kebudayaan di Aceh dan Indonesia. Dengan karya-karyanya yang mendalam dan beragam, ia terus mengukir sejarah sebagai seniman multitalenta yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menginspirasi generasi masa depan.
Kemudian sang muridnya bernama Junirullah: Menyelami Karya dan Kearifan Rahmad Sanjaya dalam Seni Musikalisasi Puisi, dalam sebuah dialog keheningan muridnya menyapaikan beberapa manfaat yang berguna diperoleh dari gurunya Rahmad Sanjaya;
Aceh, sebuah tanah yang kaya akan seni dan budaya, telah melahirkan banyak tokoh seniman yang menjadi pilar keberlanjutan warisan budaya. Salah satu di antaranya adalah Rahmad Sanjaya, seorang seniman multitalenta yang telah membimbing dan memberikan inspirasi kepada banyak generasi, termasuk Junirullah, seorang murid dari aliran Musikalisasi Puisi.
Junirullah, dengan penuh apresiasi, menggambarkan Rahmad Sanjaya sebagai pelopor pertama dalam Musikalisasi Puisi di Aceh. Sebagai tokoh arrangement musikalisasi puisi, Rahmad Sanjaya bukan hanya memberikan pengetahuan tentang seni musik, tetapi juga menjadi figur yang mendidik dan menginspirasi. Dalam pengakuannya, Junirullah menyebut Rahmad Sanjaya sebagai “aBang” (kakak) yang menjadi keluarga sendiri, menciptakan lingkungan yang memungkinkan adik-adiknya untuk tampil beda dan maju dalam menciptakan karya.
Pengaruh Rahmad Sanjaya tidak hanya terbatas pada Musikalisasi Puisi. Junirullah belajar banyak tentang tata cara menulis, terutama dalam membuat karya tulis seperti berita. Prinsip dasar 5W1H (What, Who, When, Why, Where, and How) atau (Apa, Siapa, Kapan, Mengapa, Di mana, dan Bagaimana) menjadi dasar penulisan yang dia pelajari bersama Rahmad Sanjaya. Ini membuktikan bahwa keahlian Rahmad Sanjaya tidak hanya terfokus pada seni musik, tetapi juga mencakup aspek-aspek lain dari seni dan kreativitas.
Dalam perjalanan kehidupannya, Junirullah merasakan dampak positif dari pengajaran Rahmad Sanjaya. Dia mencatat bahwa pembelajaran tidak hanya terjadi dalam Musikalisasi Puisi, tetapi juga melibatkan tata cara hidup, bersosialisasi, dan berkomunikasi. Rahmad Sanjaya, dengan dukungan dan semangatnya, memberikan panduan bagi Junirullah untuk dapat beradaptasi dengan baik di tengah padatnya peradaban kota.
Sebagai murid dari generasi Rahmad Sanjaya, Junirullah merasa diberkahi dengan ilmu yang sangat bermanfaat dan berguna. Pengaruh Rahmad Sanjaya telah membantu Junirullah untuk berhasil dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di lingkungan perusahaan, perkantoran, dan masyarakat tempatnya berdomisili. Junirullah menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Rahmad Sanjaya sebagai penuntun dalam sejarah perjalanan musikalisasi puisi di Aceh.
Junirullah, dengan bangga dan syukur, menyatakan bahwa melalui ilmu yang diterimanya dari Rahmad Sanjaya, dia berhasil meraih impian dan cita-citanya. Semangat dan dedikasi Rahmad Sanjaya telah menciptakan perubahan positif dalam hidup Junirullah, dan kini, dengan bangga, dia mencapai kesuksesan sebagaimana jatidiri sejatinya. Terima kasih, Bang Rahmad Sanjaya, demikian Junirullah menyimpulkan, menggambarkan keberhasilan dan apresiasi seorang murid terhadap guru dan mentornya yang telah membimbingnya menuju kesuksesan.
Rahmad Sanjaya: Teladan dan Pelopor Musikalisasi Puisi di Aceh – Sumatera. Seiring berjalannya waktu, seorang murid setia, Junirullah, dan gurunya, Rahmad Sanjaya, telah menjadi simbol teladan yang menginspirasi banyak orang di Aceh – Sumatera. Namun, di tengah apresiasi dan keberhasilan yang telah dicapai, terdapat segelintir orang yang masih enggan menerima keputusan dan manajemen usaha serta talenta yang telah lama dikuasai oleh Rahmad Sanjaya dalam dunia seni, termasuk panggung sandiwara, teater, dan musikalisasi puisi.
Menurut Junirullah, murid setia Rahmad Sanjaya, orang-orang yang menentang keputusan sang maestro seni ini sebenarnya hanya mencerminkan ketakutan dan ketidakmampuan untuk bersaing secara sehat dan konstruktif dalam dunia kesenian. Rahmad Sanjaya, dengan pengalaman panjangnya dalam seni, telah menjadi pionir dalam membentuk panggung seni yang mengakar pada budaya dan kearifan lokal Aceh.
Junirullah menyampaikan pandangan bahwa orang-orang yang tidak menyukai keputusan Rahmad Sanjaya adalah mereka yang enggan bersaing dan berkembang di dunia kesenian. Menurutnya, seharusnya para seniman, sastrawan, penulis, dan budayawan dapat bekerja sama dan berkomunikasi secara langsung tanpa gosip atau omongan di belakang. Seniman sejatinya adalah teladan yang memberikan contoh dalam saling menghargai, menghormati yang lebih tua, berbagi kasih sayang, saling tolong menolong, serta memberikan perhatian dan memperhatikan sesama.
Sebagai pesan dan curahan hati, Junirullah memberikan arahan kepada saudara-saudari, kerabat, dan mitra kerja untuk menghormati Rahmad Sanjaya sebagai guru dan tokoh pelopor dalam musikalisasi puisi di Aceh – Sumatera. Keberhasilan dan kebermanfaatan seni musikalisasi puisi yang telah dihasilkan oleh Rahmad Sanjaya merupakan bukti nyata dari perjuangannya. Junirullah berharap agar perhatian dan bakat Rahmad Sanjaya terus diakui, sehingga karya-karya puisi yang dikemas dengan kreativitasnya dapat dinikmati oleh lebih banyak orang di Aceh, Sumatera, dan seluruh Indonesia.
Dalam menyampaikan pesan terakhirnya, Junirullah mengingatkan kita semua untuk terus menghargai dan belajar dari pelopor pertama musikalisasi puisi di Aceh – Sumatera, Rahmad Sanjaya. Semua dan seluruh team content creator, penulis, sastrawan, seniman, budayawan, dan tokoh-tokoh masyarakat ditempatan domisili wilayah menngucapkan Terima kasih atas kata-kata pesan dan curahan kebaikan dari Junirullah, yang kembali mengingatkan kita semua akan pentingnya mendukung dan menghormati para tokoh-tokoh seni yang telah berjuang untuk perkembangan seni dan budaya di tanah Aceh Indonesia.
Penulis Team Creativ Radio Online
-
Lagu Nostalgia & Instrumen Khas Asli Aceh. Tembang Kenangan Terbaik Sepanjang Abad. 50/90-an. #aceh

Saleum Rakan Lon Tuan Ban Sigoem Donya,
Semoga lagu dan tembang kenangan ini dapat mengobati pelipur lara semua Rakyat Aceh yang telah banyak mengalami musibah Konflik dan Tsunami di Aceh, dan semua tembang kenangan ini dipersembahkan untuk melepaskan kerinduan yang teramat sangat mendalam baik warga yang berdomisili di Aceh, Luar Daerah, maupun di Luar Negeri, berikut ini kami persembahkan satu lagu dan sepuluh instrumen Aceh terbaik sepanjang abad untuk kita semua, semoga terhibur;
1. Aceh Kampung Halaman (Lagu Nostalgia Aceh)
2. Bungoeng Sitangke (Instrumen Tembang Kenangan)
3. Dibabah Pinto (Instrumen Tembang Kenangan)
4. Ranup Lampuan (Instrumen Tembang Kenangan)
5. Tajak Uglee (Instrumen Tembang Kenangan)
6. Seudati (Instrumen Tembang Kenangan)
7. Cicem Pala Kuneeng (Instrumen Tembang Kenangan)
8. Tarek Pukat (Instrumen Tembang Kenangan)
9. Bungoeng Seulanga (Instrumen Tembang Kenangan)
10. Bungoeng Jeumpa (Instrumen Tembang Kenangan)
11. Agam Ngon Inoeng (Instrumen Tembang Kenangan)
Saleum Keu Ubat Hatee
Lagu Nostalgia & Instrumen Khas Asli Aceh. Tembang Kenangan Terbaik Sepanjang Abad. 50/90-an. #aceh -
RADIO ONLINE

Radio Online OneAir Kembali dengan tampilan baru dan fresh
